Redefining Social Responsibility : in Responding the Slowdown of Economic and Business in the Difficult Years

Summary

CEOs or business Leaders have to be consistently reviewing and rethinking their  SR /CSR values, concept, strategy, and its activities (programs) within organization by time to time, in order to keep the excellent performance towards sustainability issues of development.  Such effort may called as “Redefining Social Responsibility”.  Redefining or interpreted as ‘redefine’ social responsibility, is to think radically that social responsibility is the economic variables that must be maintained and must be developed and cultivated by the leaders of the organization / business. Redefining also involves the ability to think of innovative and creative search for new values ​​thus SR gave the breadth of the organization to achieve its objectives, including financial objectives to face the difficult years, such as the current weakened economic performance regionally and globally. Redefining also mean looking for new breakthrough technically and tactically in order to encourage the resistance value SR stakeholders internally future particularly difficult to keep providing the best service and ministry to the organization, as well as abstain from apathy, low productivity and wastage.

Redefining can also be translated in the ability of re-engagement on the stakeholders and find methods and ways of structuring the best in communication, relationship of mutual benefit and bring harmony in organizational productivity to support the  partnership in a win-win solution.

SR is as tools of  sustainable development. CEOs and its management has to look more closely the issues of that enable to strengthen the economy aspect of the operation such as efficiency, excellence margin and growth that make the industry become strength (survival)  in economic crisis, and fast move whenever momentum  of  recovery has been starting  back. This article would like to describes that in Social Responsibility variables will give you a better access on economy within your management at micro issues/level.

Negeri Tirai Bambu (Tiongkok) sebagai indikator pertumbuhan ekonomi regional di Asia masih akan berlanjut secara melambat  di tahun 2016 diperkirakan hanya sekitar 6.5%, hal ini akan siginifikan berdampak pada pertumbuhan regional  di kawasan ini termasuk Indonesia yang diprediksi hanya sekitar 5.3% oleh World Bank.

Kelesuan ekonomi di tahun – tahun mendatang  sudah mulai disikapi dengan berbagai bahasa tubuh oleh para pemimipin negeri ini, baik pemimpin formal, maupun pemimpin non formal, baik pemimpin bisnis maupun non bisnis. Namun bahasa tubuh mereka hanya dapat diartikan dalam dua isyarat yang dominan  yakni optimistis  dan pesimistis. Mereka yang yang optimistis pada umumnya adalah pemimpin yang memiliki visi yang kuat, berpengalaman, memiliki kerangka kerja ekselen, mengenal posisi organisasi dengan indikator yang terukur, sedang sebaliknya mereka yang pesimistis umumnya adalah pemimpin karbitan yang kurang  visioner,  gamang  dan kurang mengenal posisi organisasinya serta  wawasan kerja serta pengalaman yang kurang  mumpuni untuk melihat kelesuan sebagai peluang.

Apa konteks mendefinisikan kembali tanggung jawab sosial  (redefining social responsibility) dengan konteks kelesuan ekonomi atau menurunnya kinerja bisnis sejalan dengan menurunnya perekonomian global?. Terkesan tidak ada, namun jika kita arif dan bisa lebih menukik kepada hubungan sebab akibat secara mendasar dan integratif, maka kita akan melihat begitu banyak variable yang saling bersinggungan dan beririsan. Di dalam variable ekonomi di topang sekian variable sosial, di dalam variable ekonomi di dalamnya terkait sekian variable lingkungan dan sumber daya alam. Seterusnya di dalam variable lingkungan ada setumpuk variable sosial yang berpengaruh.

Lihat kedekatan variable ini secara interaktif:

Tatakelola organisasi  (Organizational Governance/OG)  adalah variable yang memberi akses terhadap efisiensi, marjin dan revenue serta growth kepada organisasi. Fundamental values dalam OG adalah kejujuran yang melembaga yang merefleksi kepada sikap transparansi dan akuntabilitas para individu dalam organisasi. Sulit menjamin keuntungan yang berkelanjutan bagi sebuah organisasi bisnis khususnya  untuk tumbuh dan berkembang jika mereka dalam aspek OG (atau baca GCG) ini sangat lemah.

Praktek ketenagakerjaan (Labor practices) adalah variable yang memberi akses bagi produktivitas yang tinggi dalam organisasi, di sinilah awal marjin dimulai, staf yang penuh motivasi, visioner, terampil dan skill terbaik,  sehat sejahtera bersama anggota keluarganya dan diperlakukan secara adil dan fair akan mendorong kinerja individu dalam organisasi untuk penuh kekuatan meraih profit atau laba atau mungkin keunggulan dan berkompetisi dalam persaingan bebas di pasar bebas.

Penegakan dan penghargaan atas  HAM (Human rights) adalah variable yang memberi akses kepada penghindaran risiko serius bagi organisasi untuk kemungkinan ditutup atau disegel para penegak hukum. Kepekaan akan aspek dan isu-isu HAM memungkinkan mendorong individu dan manajer organisasi meningkatkan kesadaran (awareness) dalam risiko yang serius sebagai organisasi yang “melanggar HAM” yang berpotensi kepada kebangkrutan dan penutupan operasinya secara permanen.

Lingkungan hidup (The environment) adalah variable yang memberi akses organisasi bisnis khususnya untuk terhindar dari jeratan pengadilan karena melanggar UU dan Peraturan lingkungan hidup yang berpotensi bisnis merka ditutup, sebaliknya variable ini juga memberi akses  pencitraan positif kepada publik karena aspek komitmen yang kuat atas kanekaragaman hayati dan partispasi dalam pengurangan pemanasan global misalnya. Publik akan senang jika industry beroperasi dengan sangat ramah lingkungan,  sebab akan berpotensi menopang keberlanjutan bumi yang memang hanya satu untuk semua generasi.

Praktek operasi yang berkeadilan (Fair operating practices) adalah variable yang memberi akses kepada terhindarnya para pemimpin organisasi berurusan dengan penegak hukum anti korupsi seperti KPK atau Kejaksaan, yang berpotensi mengganggu jalannya  operasi organisasi.  Organisasi juga harus netral jika berinterasi dengan sistem publik dan organisasi politik, hal ini menghindari organsisi bisnis terutama untuk terjebak dalam objek praktek sapi perah olah stakeholdernya seperti oknum pengurus partai atau oknum anggota dewan yang terhormat, atau oknum aktivis LSM advokasi.

Isu-isu konsumen (consumer issues) adalah akses yang memberi organisasi mendapatkan pasar tetap dari pelanggan yang loyal atau konsumen setia, yang akan mendorong growth organsisasi dalam jangka panjang.

—–) Ada 88% konsumen mengatakan bahwa mereka lebih cenderung untuk membeli dari perusahaan yang mendukung dan terlibat dalam kegiatan untuk memperbaiki masyarakat serta lingkungan. Konsumen semakin tidak menerima praktek bisnis yang tidak etis atau organisasi yang bertindak tidak bertanggung jawab. Kemajuan dalam media sosial (memberikan setiap orang suara) berarti bahwa praktik negatif atau destruktif cepat bahan bakar percakapan online. Organisasi bertanggung jawab atas tindakan mereka tidak seperti sebelumnya (Better Business  Journey: UK Small Business Consortium)

Pelibatan dan pemberdayaan komunitas (Community involvement and development) adalah variabel yang memberi akses dan ruang bagi organisasi untuk menghindari diri dari hambatan potensial secara lokal dimana mereka beroperasi, seperti konflik karena kesenjangan dan hubungan yang tidak harmonis dengan tokoh komunitas lokal dan organisasi penggiat lainnya. Kegagalan dalam aspek ini berpotensi terganggunya operasi bisnis yang berujung pada kerugian.

—–) studi atas indek kepuasaan komunitas (masyarakat) atas beberapa perusahaan ekstraktif menunujukan suatu tren positif sekitar  70% atau lebih bahwa implementasi Community Action Plan (CAP) secara konsisten dan berkelanjutan (multi years) memberikan dan menciptakan pola pikir baru, hubungan harmonis serta kepuasan yang baik.yang memungkinkan perusahaan beroperasi tanpa gangguan/hambatan berupa kegiatan demonstrasi. (report: Konsultansi CFCD)

Pada sinergi 3 pilar social, ekonomi dan lingkungan, secara mikro kita melihat  bahwa variabel dalam pilar ini akan memiliki irisan yang siginifikan bahwa ketiga pilar tersebut akan memberika arti ekonomi yang sesungguhnya. Coba simak hubungan irisan masing pilar ini yang kita kenal dengan irisan “Keberlanjutan (sustainability)” yang tentu dimulai dari keberlanjutan dunia bisnis atau usaha terlebih dahulu:

Irisan social vs economy: Tanggung Jawab pada Stakeholder dalam rantai nilai; pemimpin bisnis /organisasi harus mampu memperkuat shared values yang memberikan arti ekonomi maksimal terhadap stakeholdersnya  melalui value chain yang mereka kelola. Variabel ini memberi andil kinerja ekonomi organisasi dalam marjin, profit  serta pertumbuhan dalam waktu bersamaan menggerakkan ekonomi lokal serta kesejahteraan masyarakat dimana organisasi bisnis beropersasi.

Irisan social vs environment: Tanggung Jawab pada Stakeholder, kepedulian memelihara lingkungan; pemimpin organisasi /bisnis yang memprioritaskan  hubungan stakeholders  dengan upaya pemeliharaan lingkungan memberikan ruang organisasi mereka disegani karena telah kontributif dalam memeilhara / memproteksi  alam dari kehancuran dengan  cara memberikan proteksi atas keanekaragamanhayati (biodiversity) yang mungkin masih sangat bernilai untuk produktifitas pangan secara lokal dimana rantai ekosistem akan masih terpelihara dan terjaga.

Irisan economy vs environment: Eco-efisiensi, energi terbarukan dan hemat sumber daya mineral; pemimpin organisasi bisnis mendorong tercipta efisiensi operasi yang berbasis kepada energi terbarukan, dan penghematan sumber daya alam atau mineral. Kegiatan ini akan memberikan kekayaan finansial baik secara jangka  pendek maupun jangka panjang. Praktek menggunakan limbah pertanian sebagai pengganti sumber energi fosil (yang habis) adalah suatu yang signifikan memberikan saving biaya operasi industri seperti pada industri semen misalnya. Pada waktu yang bersamaan variabel hubungan ini akan memberikan ruang ekonomi bagi petani lokal untuk mendapat ksesejahteraan melalui operasi bisnis industri di wilayah mereka.

—–) Laporan Jurnal terbaru International Energy Agency (IEA) merilis ada 5 manfaat dari kegiatan ‘efisiensi energy’ yang mesti dicatat: Manfaat yang pertama, efisiensi energi membuka lapangan kerja dan meningkatkan laba. Manfaat kedua, langkah efisiensi energi meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup masyarakat. Manfaat ketiga, efisiensi energi meningkatkan produktivitas industri. Manfaat keempat, efisiensi energi menghindarkan pembangunan dan penggunaan infrastruktur yang tidak perlu. Dan manfaat efisiensi energi yang terakhir adalah mengurangi pengeluaran masyarakat.

Elastisitas Energi adalah perbandingan antara pertumbuhan konsumsi energi dengan pertumbuhan ekonomi. Semakin rendah elastisitas energi berarti pemakaian energi semakin efisien. Elastisitas energi di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 1,36, lebih tinggi dibandingkan dengan Singapura yang memiliki nilai elastisitas energi yaitu 1,1 sedangkan elastisitas energi di negara maju antara 0,1 hingga 0,6.

Apakah  makna dan konteks Redefining SR  bagi organisasi (bisnis) ?

Redefining atau diartikan ‘mendefinisikan kembali’ tanggung jawab sosial, adalah berfikir secara radikal bahwa tanggung jawab sosial adalah variabel ekonomi yang harus dan wajib dipertahankan dikembangkan dan dibudayakan oleh para pemimpin organisasi/bisnis. Redefining juga menyangkut kemampuan berfikir inovatif dan kreatif mencari nilai-nilai  baru sehingga SR memberikan keluasan bagi organisasi untuk mencapai tujuannya  termasuk tujuan-tujuan finansial menghadapi tahun-tahun sulit, seperti saat melemah kinerja ekonomi secara regional dan global. Redefining juga diartikan mencari terobasan baru secara teknis dan taktis agar nilai SR mampu mendorong ketahanan stakeholders khususnya secara internal dimasa sulit dengan tetap  memberikan servis dan pelayaan terbaik terhadap organisasi, serta menjauhkan diri dari sikap apatis, produktifitas yang rendah dan pemborosan.

Redefining juga dapat diterjemahkan akan kemampuan re-engagement  atas  stakeholders dan menemukan metode dan cara-cara  terbaik dalam penataan komunikasi, hubungan saling memberikan manfaat dan membawa keharmonisan dalam meopang produktifitas organisasi melalui kemitraan yang  win-win solution.

——) Sebagai contoh, lembaga perlindungan lingkungan Amerika Serikat (EPA) menyimpulkan, setiap dolar yang diinvestasikan di sektor efisiensi energi akan meningkatkan nilai bangunan atau properti hingga tiga kali lipat.

Dalam kasus lain, manfaat efisiensi energi datang dari aksi penghematan pembangunan infrastruktur. Semua manfaat ini menambah manfaat dari pengurangan konsumsi energi itu sendiri. (pplhselo.or.id)

Bagi pemimpin formal dan bisnis maka ketiga pilar variabel sosial. Ekonomi dan lingkungan harus dilihat dalam satu kesatuan dalam mewujudkan kemajuan dan kesejahteraan stakeholdernya beserta masyarakat. Mereka hanya berhasil jika terbiasa menitegrasikan ketiga pilar ini secara seksama dalam satuan waktu. Keberhasilan seorang pemimpin bisnis misalnya ketiga pilar itu  memang berada dalam satu atap yang terkendali secara fianansial apa yang kita sebut sebagai manajemen dengan norma good governance.  Namun ini sedikit sulit dalam rentang kendali yang lebar dengan finansial tidak dalam satu payung manajemen, atau hanya mengandalkan koordinasi saja.

SR sebuah nilai dasar (esensial) bagi semua organisasi dan pemimpinnya

Praktek SR dalam kontek korporasi dikenal sebagai CSR, adalah tanggung jawab sosial yang dilaksanakan sebuah Korporasi seperti industri. Namun  SR bisa pula non CSR adalah praktek SR yang dilaksanakan organisasi stakeholders pembangunan seperti Pemerintah, Organisasi Kemasyarakatan seperti LSM, Ormas, atau juga masyarakat kampus seperti Akademisi /Universitas/ Institute /Kampus ataupun juga Media.  Namun belum ada penamaannya apakah menjadi GSR (Government Social Responsibility), NGOSR (SR milik lembaga LSM) atau USR (University Social responsibility), MSR (media Social Responsibility) atau apapun kesepakatan namanya suatu waktu nantinya, maka komitmen ber SR dikenal sebagai komitmen  mulia sebab komitmen ini dapat berkontribusi pada partisipasi stakeholders untuk pembanguan yang berkelanjutan. Jadi semua organisasi didorong untuk mengadopsi nilai ini melalui adopsi sendiri (self adoption) ISO 26000 SR.

Apa makna SR sebetulnya, ISO 26000 sebagai dokumen  global menjelaskan bahwa SR adalah tanggung jawab sosial yang muncul akibat sebuah organisasi yang melakukan kegiatan /aktifitasnya baik ekonomi maupun non ekonomi (sosial)  yang memberikan dampak.  Untuk itu setiap organisasi harus betul-betul dapat mengenali dampak aktifitasnya  secara totalitas. Dampak diartikan dalam dua hal makna, dampak negatif yang harus diminimalisir, serta dampak positif (manfaat) yang harus dimaksimalkan. Jadi esensi SR adalah memberikan yang terbaik bagi stakeholders dan lingkungan, sehingga aktifitas ekonomi maupun sosial menjadi elegan dan disenangi, dan berkontribusi bagi kesejahteraan umat manusia saat ini dan mendatang bahkan ke generasi selanjutnya (next generation) atau sebuah keberlanjutan  pembangunan menuju kemakmuran umat manusia, dimulai dari lungkup organisasi yang terdekat.

Agar organisasi baik bisnis maupun sosial dapat mengenali dampak aktifitas operasi, mereka memang memerlukan tools (alat/metode) untuk mengenal dampak tersebut. Pengenalan atas dampak operasi yang tuntas akan  memberikan kebijakan, arah dalam ber SR dalam organisasi tersebut. Sebaliknya kegagalan mengenali dampak maka kegiatan SR terlihat tidak sesuai, kurang bermanfaat dan tidak kontributif bagi pembangunan.

Prinsip nilai dan subjek inti SR menjadi elemen penting oleh  organisasi untuk dikenal, sehingga dengan demikian organisasi tersebut dapat mengenal kinerja SR saat ini (currently  SR existing), serta  mengenal kelemahan praktek  yang telah dilaksanakan, membuat rencana tindak perbaikan untuk kontribusi optimal dalam pembangunan bagi kesejahteraan umat manusia dan lingkungannya.

Setelah itu pengenalan  siapa stakeholders sesungguhnya melalui identifikasi dan re-engagement (penataan ulang hubungan stakeholders) menjadi penting sehingga organisasi dapat secara tepat menyusun sasaran aktifitas dan juga menemukan mitra yang tepat dalam bekerjasama. Dalam mencapai tujuan organisasi dalam dinamikanya untuk berkontribusi bagi Sustainable Development Goals (SDGs), melalui kinerja bisnis ekselen yang berkelanjutan dalam profit yang optimum.

Redefining SR adalah mentransformasi variable Social menjadi potensi sumber daya ekonomi yang dahsyat secara berkelanjutan

Setelah pergeseran beberapa paradigma dalam ekonomi berkelajutan  sebagai komitmen  untuk kesejahteraan generasi mendatang, maka pengertian SR berkembang sesuai perkembangan dan tantangan stakeholders baik  secara lokal, regional maupun global. SR didefinisikan kembali sebagai tools keberlanjutan . Konsep 3 P yang begitu makro berkembang  menjadi 7 isu pokok dalam SR merujuk ISO 26000 secara lebih spesifik atas prinsip dan 7 isu pokok yang sangat interaktif dengan aspek ekonomi seperti efisiensi, marjin pertumbuhan dan asset. Kejayaan ekonomi adalah buah perkuatan sosial melalui values, norma atau moral yang kokoh. Yang seterus masuk menjadi strategi manejemen yang terintegrasi dengan dinamika stakeholders secara berkesinambungan  yang bermuara menjadi suatu budaya yang baru dengan nilai dan perilaku baru organsiasi. Beberapa manfaat yang dapat lebih ditingkatkan dalam aspek dan dalam kaitan ini  adalah:

– kemampuan bersaing dalam iklim bisnis yang baru dalam pandangan stakeholders kekininan tentunya juga dimasa sulit,  – kemampuan meningkatkan loyalitas pelanggan, – kemampuan membangun dan kembali menata hubungan dengan stakeholders seperti pelanggan,  pemasok, dan jaringan bisnis /mitra,  – kemampuan mendorong dan memelihara suasana kerja yang kondusif /aman-nyaman serta bersemangat  yang merupakan pilihan pekerja, – kemampuan penghematan uang, untuk energi, biaya operasional dan pengelolaan risiko, – memantapkan posisi perbedaan  bisnis anda dengan pesaing (better positioning), – mendorong peningkatan inovasi dan pembelajaran serta meningkat daya pengaruh bisnis anda, – memperbaiki reputasi bisnis anda dan posisinya di depan stakeholders-nya,  – memberi akses atas investasi dan peluang permodalan baru untuk masuk, – mendorong publikasi yang positif dan keterlibatan media karena menarik bagi mereka.

Catatan Penutup

Masa sulit adalah masa untuk menata tata fikir organisasi melalui nilai dan norma yang diharapkan dapat melahirkan  nilai dan spirit baru, tentang strategi dan integrasi manajemen sesuai trend stakeholders, serta melalui diskusi internal yang berkualitas, seperti FGD (Focus Group Discussion), workshop bersama para ahli terkait, serta tersusun cetak biru baru dan peta jalan (roadmap) berbasis kerangka  berfikir  bertahan (survival), pulih (recovery), tumbuh (growth), and meraih keuntungan yang berkalaniutan (sustainable profit),  semoga!.

Penulis :  Suharman Noerman / PPO SAG expert of ISO 26000 SR*
*) CSR Senior Consultant at CFCD Consulting & Secr. Committee CSR at CFCD Forum.